Share:

Beras Tanpa Label Dilarang Beredar Bulan Depan

-Rabu, 23 Oktober 2019

TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia melarang peredaran beras di pusat perbelanjaan yang tidak disertai label keterangan pada 21 November 2019 nanti. Demikian disampaikan Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Kalimantan Utara (Kaltara), Hasriyani.

Hasriyani menyampaikan, pihaknya secara teknis telah mensosialisasikan regulasi tersebut pada pasar dan pusat-pusat perbelanjaan lain di Kaltara. Berdasarkan hasil yang didapat, beras dengan kategori medium, premium dan khusus, rata-rata sudah disertai label yang dimaksud. Namun ada beberapa merek yang didapati belum mencantumkan seluruh keterangan sesuai Permendag 59/2018.

“Ketika kami turun ke lapangan untuk memantau beberapa komoditi dan HET (Harga Eceran Tertinggi), kami sudah sekalian mensosialisasikan terkait hal ini. Tujuannya agar konsumen mendapatkan beras yang telah sesuai dengan ketentuan tersebut,” terang Hasriyani kepada Koran Kaltara, Senin (21/10/2019).

Lanjutnya, pihak Perdagangan Dalam Negeri juga meminta agar pedagang selektif dalam membeli beras dari luar daerah yang akan dijual kembali. “Kita juga beri pemahaman agar jangan sampai beras dari luar daerah ini bentuknya curah. Karena otomatis menyalahi aturan tadi,” tambah Hasriyani.

Salah satu pedagang yang berkenan diwawancarai, Rustam mengatakan, dirinya memang hanya menjual beras yang jelas asal-usulnya. Sehingga dipastikan tidak akan merugikan konsumen. “Saya jual yang jelas-jelas saja. Ini rata-rata dari Sulawesi sama Jawa Timur. Bisa dilihat kalau kemasannya juga rapi,” kata Rustam.

Pedagang lainnya, Aji juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, mayoritas beras di Pasar Induk adalah beras dari luar daerah. Sehingga memang dari sisi kemasan sudah terhitung modern. “Kalau beras dari luar sini ya bagus-bagus memang karungnya. Keterangannya juga ada,” jelasnya.

Di sisi lain, didapati bahwa ada beras lokal yang beredar di Pasar Induk Tanjung Selor masih dalam bentuk curah. Atau tidak disertai label keterangan seperti beras dari luar daerah. Kendati demikian, diketahui beras lokal memiliki persepsi lebih baik di masyarakat dengan segmen pasar tersendiri.

Salah satu penjual beras lokal, Liza menyampaikan, beras lokal bisa tetap tinggi peminat walau tanpa disertai kemasan yang bagus. Liza meyakinkan bahwa  standar kualitas beras lokal sebenarnya berada di atas beras luar daerah. Adapun ia menjelaskan, biasa mengambil dari Desa Sajau, Muara Satu, Selimau, Binai dan desa lainnya di wilayah hulu.

“Baik dari jenis padi ladang atau sawah, saya berani membandingkan bahwa beras lokal ini lebih bagus kualitasnya. Kalau masalah harga menjadi lebih mahal, itu wajar. Kan ada harga maka ada rasa,” terang Liza.

Rerata beras lokal dipatok dengan harga Rp16.000 sampai Rp20.000 per kilogram. Adapun untuk jenis beras yang bisa didapat dengan harga tersebut, antara lain beras jenis ikan, beras jenis angga hingga jenis beras merah.

Implementasi Harus Berbanding Lurus Dengan Pendampingan

Dosen Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Kalimantan Utara (Unikaltar), Fitrah Pangeran menilai, regulasi pencantuman label secara umum memang berimplikasi positif terhadap pengembangan beras lokal. Namun yang menjadi catatan, pemerintah harus bisa melakukan pendampingan bagi produsen beras lokal di daerah. Terlebih sampai saat ini banyak yang beredar masih dalam bentuk curah.

“Kalau saya sangat setuju dengan regulasi tersebut. Karena untuk sisi pengembangan beras lokal, hal tersebut nantinya membantu di ranah promosi. Tapi pendampingan bantuan ini yang sangat perlu. Karena kalau saya lihat, banyak beras lokal di Pasar Induk masih curah,” ujar Fitrah.

Lebih jauh masalah pendampingan, Fitrah menilai bahwa lintas sektor instansi di lingkungan pemerintah daerah harus memahami tugas pokok dan fungsinya masing-masing.  Seperti ada yang berperan untuk sosialisasi regulasi, pendampingan untuk mengkaji keterangan yang butuh penelitian dan finishing di tahap pengemasan dan pemasaran. (*)