Share:

Investasi Di Indonesia Harusnya Lebih Mudah

-Selasa, 10 Maret 2020
  • Deddy Sitorus Sebut Tumpang Tindih Aturan Jadi Kendala

TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Pemerintah Republik Indonesia (RI) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak terpilih pada Pilpres 2014 lalu, dinilai telah memacu pembangunan. Bahkan, pada periode pertama, alokasi anggaran untuk membangun infrastruktur di berbagai daerah cukup besar, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Demikian disampaikan oleh Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Hanteru Sitorus. Menurutnya, semangat pemerintah untuk memangkas biaya logistik, hingga memancing investasi masuk di Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja, belum maksimal karena aturan yang tumpang tindih. Hal tersebut menjadi salah satu alasan dari terobosan adanya omnibus law.

“Omnibus law itu dimaksudkan sebagai terobosan terhadap kendala-kendala dalam proses berinvestasi di negara ini. Kan 5 tahun yang lalu pemerintah itu sudah memacu, sudah mengalokasikan, sudah membangun begitu banyak proyek infrastruktur. Tujuannya apa, untuk memangkas biaya logistik, untuk memancing investasi masuk sehingga tercipta lapangan kerja, ekonomi tercipta, rakyat sejahtera. Tapi kan terkait kendala banyaknya tumpang tindih aturan, banyaknya aturan yang tabrakan, ada tidak sinkronnya antara pusat dan daerah, itu lah omnibus law,” katanya kepada Koran Kaltara.

Padahal menurutnya, untuk meningkatkan pembangunan, harusnya investasi di Indonesia lebih mudah. Hal itu lah yang dia nilai sebagai semangat adanya undang-undang sapu jagat tersebut. Adapun mengenai detail isinya, ia mengaku belum mendapatkan draf sejak diserahkan ke DPR beberapa waktu lalu.

“Tapi saya tidak bisa berbicara lebih jauh, karena saya belum baca (draf) undang-undangnya. Versi yang sudah sampai ke DPR itu, DPR belum dibagi kepada anggota sampai akhir masa sidang kemarin. Mungkin masa sidang akhir ini,” ungkapnya.

Berada di Komisi VI DPR RI, dengan ruang lingkup yang membidangi industri, investasi dan persaingan usaha, Deddy Sitorus mengemukakan, bahwa negara-negara maju karena investasi yang mudah. Seperti itulah harusnya Indonesia jika ingin  mewujudkan perekonomian yang memiliki daya saing. Tidak terjebak pada kewenangan yang terlalu banyak, sehingga menghambat para pelaku usaha.

“Cuma kadang kan tanda kutip ‘kewenangan’ inilah yang membuat orang tidak jadi berinvestasi. Kalau saran saya sih, pemerintah pengen: sudah, satu saja perizinan di Indonesia ini. Kayak di negara lain, orang pergi ke Qatar, Uni Emirat Arab, begitu masuk perusahaan, empat jam, mau bangun apapun bisa. Mau inves apapun bisa. Kita (di Indonesia) orang masukin ke BKPM, dua tahun kemudian baru keluar izin. Selama dua tahun dia (investor) nunggu. Padahal bisnis direncanakan sekarang dengan asumsi tertentu dan risiko tertentu. Kalau dua tahun lagi, sudah beda,” jelas wakil rakyat daerah pemilihan Kalimantan Utara (Kaltara) ini.

Disinggung soal kekhawatiran pemerintah di Kaltara soal omnibus law yang berpotensi memangkas kewenangan daerah, menurutnya bisa disampaikan ke pusat. Apalagi, setelah membaca draf undang-undang tersebut.

“Pertanyaan saya, dia sudah baca belum drafnya. Kalau sudah dibaca seperti itu, nanti tinggal sampaikan ke pemerintah pusat maupun kepada DPR (bahwa) keberatan tertentu,” jawabnya. (*)