
Investasi Harus Didukung Norma Bisnis Internasional
-Senin, 30 Desember 2019
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) gencar meningkatkan realisasi investasi. Tercatat dalam data Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltara, memasuki triwulan III 2019, realisasi investasi mencapai Rp5,26 triliun. Angka tersebut sudah menyentuh 57,29 persen dari target akumulatif tahun 2019 sebesar Rp9,18 triliun.
Adapun untuk laporan realisasi investasi triwulan ke IV (Oktober – Desember), diberikan deadline kepada investor di Kaltara untuk Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) oleh DPMPTSP pada 10 Januari 2020 mendatang. Meski demikian, target yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI tahun depan diproyeksikan terus meningkat.
Sebagai provinsi termuda di Indonesia, Kaltara mendapat perhatian dari pusat. Terbukti dengan sejumlah kegiatan yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Di antaranya, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) dan Kota Baru Mandiri (KBM). Mega proyek tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor. Apalagi dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah.
“Selama ada peluang SDM (sumber daya manusia) dan alam (SDA) ada, (investasi) sangat memungkinkan. Kalau investor sudah pasti mau. Tinggal bagaimana respon dari masyarakat, pemerintah dan pengusahanya,” kata CEO PT Republik Global Investama (REP Global) Mohamad Arifin saat berada di Tanjung Selor.
Sebagai salah satu pebisnis yang berpengalaman dalam mendatangkan ratusan juta dolar melalui investasi ke Indonesia, Arifin menyatakan pentingnya investasi dalam membangun daerah. Terlebih Kaltara yang merupakan provinsi baru dengan sejumlah potensi yang dimiliki. Namun ia menekankan, investasi harus mengikuti norma bisnis internasional. Pasalnya, investasi tidak hanya dari dalam negeri berupa PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) melainkan juga dari luar negeri berupa Penanaman Modal Asing (PMA).
“Dalam rangka mengikuti norma bisnis internasional, bisnis itu, yang pertama perhatikan FS (feasibility study)-nya atau studi kelayakannya. Di situ akan kelihatan rekomendasinya seperti apa. Kemudian yang kedua, permasalahan lahan sudah aman atau belum. Lalu, yang ketiga proses perizinan sudah selesai atau belum,” jelasnya.
Kerapkali untuk merealisasikan rencana kerjasamanya, investor butuh waktu dan pertimbangan yang cukup lama. Oleh karena itu, negosiasi dan tawar-menawar kepada pemodal perlu ditingkatkan. Jika proyek berasal dari pemerintah, maka peran birokrasi dalam mempermudah perizinan dan menyelesaikan ketersediaan lahan sangat penting.
“Kalau saya melihat, kenapa (realisasi investasi) lambat, dalam membuat FS kadang butuh perubahan. Bahkan review FS itu tidak hanya sekali saja. Atau negosiasi (investor) dengan pemerintah belum selesai, atau masalah perizinan belum tuntas,” bebernya.
Oleh karena itu, menurut direktur utama perusahaan yang akan berganti nama menjadi AM Invest yang bergerak sebagai PMA, pengembangan investasi di Kaltara perlu terus ditingkatkan. Selain itu, dalam mendukung realisasi tersebut, yang terpenting semua pihak harus profesional.
“Bagaimana agar iklim investasi di Kaltara bagus, harus profesional dan objektif. Jadi bukan atas dasar like and dislike (suka atau tidak suka). Norma objektif harus diutamakan,” ujarnya menyarankan. (*)