Share:

Jaga Inflasi, Level Harga Tinggi Jadi PR Pemerintah Daerah

-Rabu, 18 Desember 2019

TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Level harga kebutuhan masyarakat yang tinggi di Kalimantan Utara masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah daerah. Demikian dikonfirmasi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara, Eko Marsoro, Minggu (15/12/2019).

Dari kacamata statistik, pemerintah daerah tidak sekadar memiliki tugas dalam mengendalikan laju inflasi semata. Melainkan juga harus bisa mengeluarkan kebijakan yang menjaga euforia Kaltara sebagai daerah baru, tidak dijadikan kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan harga yang sangat tinggi.

“Tugas pemerintah daerah di Kaltara tidak hanyak menjaga agar inflasi tetap stabil saja. Tapi bagaimana agar bisa menurunkan level harga yang saat ini tergolong tinggi. Apalagi di tengah Kaltara yang merupakan daerah baru,” ujar Eko.

Lanjutnya, hal ini juga harus bisa dipahami masyarakat dengan bijak. Kendati standar harga beberapa komoditi tidak diatur pemerintah, penetapan harga yang tinggi akan menjadi boomerang bagi mereka. Yakni harga kebutuhan yang mereka beli juga ikut naik.

“Masyarakat memang harus bijak. Kalau misalkan saja jual tanah atau sewa rumah ini sangat mahal. Tentu mau tidak mau yang lain juga ikut-ikutan. Bahkan sampai ke pedagang-pedagang juga. Efeknya nanti pun kebutuhan yang mereka beli juga mahal harganya,” paparnya.

Perubahan level harga sendiri, tidak dipungkiri Eko membutuhkan waktu penyelesaian yang panjang. Karena harus melibatkan banyak stakeholder dan analisa mendetail terhadap skema jalur distribusi barang sampai ke Kaltara.

“Kaltara sebagai daerah konsumen, sangat membutuhkan pasokan dari daerah lain. Tentu hal ini membuat biaya distribusi menjadi tinggi. Disamping meningkatkan produksi pangan lokal, pemerintah daerah juga penting kembali mengkaji jalur distribusi barang tadi. Dengan harapan bisa ada alternatif lain yang dapat membuat harga lebih murah,” papar Eko.

Dari data BPS Kaltara, inflasi menjelang akhir tahun mulai naik signifikan. Berdasarkan rilis inflasi November yang diumumkan Senin (2/12/2019), diketahui inflasi Kota Tarakan sebagai barometer Kaltara, berada di angka 0,63 persen.

Dibandingkan 82 kota yang menjadi lokasi penghitungan inflasi di Indonesia, Kota Tarakan masuk dalam jajaran 10 besar tertinggi. Yakni di peringkat tujuh di bawah Kota Parepare yang mengalami inflasi sebesar 0,84 persen. Sementara di regional Kalimantan, inflasi Tarakan menjadi tertinggi ke dua di bawah Kota Tanjung (Kalimantan Selatan) sebesar 0,97 persen.

Untuk diketahui, kondisi inflasi November mematahkan deflasi atau tren penurunan harga selama empat bulan ke belakang secara berturut-turut. Yakni di bulan Juli sebesar 0,64 persen, Agustus sebesar 0,92 persen, September sebesar 0, 57 persen dan di Oktober sebesar 0,30 persen.

Berdasarkan kelompok pengeluaran, bahan makanan didapati mengalami inflasi tertinggi dibanding kelompok lainnya, yakni sebesar 2,07 persen. Sederhananya, harga-harga komoditas bahan makanan naik lebih tinggi dibanding kebutuhan masyarakat lainnya.

Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang selama ini menjadi momok menakutkan dalam lonjakan inflasi Kaltara, justru menunjukkan deflasi 0,63 persen. Hal ini dikarenakan adanya penurunan harga dari tarif angkutan udara selama November 2019. Senada dengan kelompok tersebut, BPS Kaltara juga mendapati deflasi yang terjadi di kelompok sandang sebesar 0,16 persen.(*)