
Jelang Imlek, Kepiting Bertelur Boleh Diperdagangkan
-Senin, 20 Januari 2020
TARAKAN, Koran Kaltara – Pemerintah telah membuka keran perdagangan kepiting bertelur untuk mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat pada perayaan Imlek 2020. Namun momen ini tidak berlangsung lama karena hanya dilakukan selama 3 bulan setiap tahunya. Yaitu dimulai pada 15 Desember sampai 5 Februari.
Lebih dari waktu yang telah ditentukan, terdapat larangan memperjualbelikan kepiting betina, terutama yang sedang bertelur. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016.
Saat ini merupakan tahun keempat pemberlakuan aturan tersebut, dengan tujuan untuk mencukupi permintaan konsumen luar negeri maupun dalam negeri. Pasar mancanegara menggemari makanan olahan dari kepiting saat Imlek tiba. Namun kepiting bertelur yang diekspor tersebut tetap diwajibkan berukuran di atas 200 gram per ekor tanpa ada batasan jumlah yang dikirim.
Tarakan, atau Kalimantan Utara secara luas sebagai salah satu daerah penghasil kepiting bakau terbesar di Indonesia tidak boleh menyia-nyiakan momen ini. Sayang, kapasitas angkut kapal dan mahalnya biaya kargo pesawat membuat hal ini tidak terlalu berdampak pada perekonomian Tarakan.
Bahkan untuk harga, ada kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan. Dari nelayan ke pengepul harga kepiting bertelur berkisar Rp300-350 ribu per kilogram sesuai dengan size. Padahal di luar negeri nilainya bisa mencapai Rp500 ribu per kilogram.
Meskipun ada kenaikan permintaan dan harga, namun ekspor kepiting tidak mengalami kenaikan secara signifikan. Hal ini dikarenakan daya tampung kapal yang pergi ke Tawau, Malaysia sangat terbatas, “Kenaikan harga paling sekitar Rp50 ribu, tidak terlalu signifikan. Kalau kita di Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DPPP) hanya mencatat yang ke Tawau. Untuk yang ke Jakarta, melalui Balai Karantina Perikanan,” terang Kepala Bidang Perikanan di DPPP Tarakan, Asmuni, Rabu (15/1/2020).
Ekspor kepiting bertelur dari Tarakan ke Tawau via Pelabuhan Tengkayu II, setiap harinya dilayani oleh 2 kapal dengan kapasitas yang sengat terbatas. Berdasarkan data dari DPPP, setiap harinya memuat antara 2-3 ton kepiting.
“Selain ke Tawau, sebenarnya pedagang kita juga ada yang mengirim ke Jakarta, lanjut ke Singapura, China, Hongkong, Taiwan dan lain sebagainya. Tetapi datanya ada di Balai Karantina bukan di kita. Kalau kita, yang melalui pelabuhan Tengkayu II saja, dan ini resmi,” ucapnya.
Setelah 6 Februari 2020 mendatang, ekspor kepiting bertelur kembali dilarang. Hal ini dilakukan untuk menjaga ekosistem dan keberlangsungan hidup kepiting bakau. Namun jika ada kebijakan pemerintah pusat tentang kebebasan penjualan kepiting bertelur, maka Permen 56/2016 tidak berlaku lagi. (*)