Share:

Mindset Jadi Persoalan UMKM Di Kaltara

-Senin, 25 Maret 2109

TARAKAN, Koran Kaltara – Provinsi Kaltara memiliki 10 unggulan Komoditas Produk Jenis Usaha (KPJU) Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), lintas sektor level provinsi. Yaitu udang, padi, kerajinan rotan, kelapa sawit, batu bata, toko kelontong, speedboat, rumput laut, olahan rumput laut dan olahan kepiting.

Namun, masih ada persoalan yang menyebabkan usaha dan bisnis unggulan KPJU di Kaltara ini sulit berkembang dan bertahan lama. Hal ini disampaikan Ketua Tim Lembaga Berka Semi Strategika, Muhammad Karebet Widjajakusuma dalam Seminar Hasil Penelitian, di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltara, kemarin (22/3/2019).

Seminar ini dihadiri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Provinsi Kaltara dan kabupaten/kota di Kaltara, termasuk perbankan dan akademisi se-Kaltara. Diseminasi atau proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola, diulas Karebet dalam hasil penelitian KPJU unggulan di Kaltara, hingga 5 tahun ke depan.

Turut dibahas juga, apa saja yang termasuk dalam KPJU unggulan dan bagaimana peta persoalan maupun rekomendasi solusi, KPJU unggulan ini. Salah satu rekomendasinya ditujukan kepada stakeholder, pemda, pelaku UMKM, individual maupun asosiasi dan melibatkan perguruan tinggi hingga LSM.

“Khusus UMKM, memang ada persoalan yang bisa disebut pekerjaan rumah kita bersama, dan belum selesai sampai sekarang. Pertama, dari sisi mindset (pola pikir) usaha yang merupakan bagian mendasar,” ujarnya.

Dari banyak Forum Grup Diskusi (FGD), kata dia, di lima kabupaten/kota di Kaltara ini muncul persoalan bagaimana daya tahan UMKM untuk menjalani proses bisnisnya, karena kebanyakan didapatkan secara instan. Artinya, saat masuk start up ternyata tidak bisa bertahan hingga dua tahun, alasannya saat ada merek lain akhirnya keluar. Hal ini lah yang menurutnya menjadi mindset salah dan jika terus terjadi, maka susah untuk mengembangkan UMKM.

Selain itu, nama usaha yang identik bukan dari UMKM. Misalnya, kelompok tani yang menjadi UMKM, ternyata bidang garapannya tidak meluas karena fokus pada budidaya. Pada saat ada masalah bagaimana pemasaran, akhirnya tidak bisa diselesaikan.

Menurutnya, perlu mengubah istilah nama usaha itu sendiri. Seperti kelompok tani yang identik dengan budidaya diganti kelompok usaha tani, kelompok usaha tani atau kelompok bisnis ternak. Sehingga, pelaku UMKM sudah paham sejak awal, apa yang dilakukan bukan budidaya, tetapi pelaku usaha.

“Adalagi mindset soal daya tahan yang dipengaruhi konsep rezeki. Misalnya, keyakinan rezeki sudah diatur. Jadi, bagaimana agar mereka paham tidak tergesa-gesa untuk menanam modal. Ada beberapa kasus, mereka terkoneksi dengan pelaku riba di lapangan. Mereka paham riba itu haram, tetapi susah berkelit dari riba itu,” bebernya.

Soal manajemen usaha, Karebet menilai harus dimulai sejak perencanaan hingga eksekusi usaha. Namun, masih banyak yang belum paham melakukan secara sistemik, meskipun sederhana. Solusi yang ditawarkan adalah pendampingan dari instansi yang membawahi UMKM ini atau pihak yang paham mengenai manajemen usaha, termasuk pihak akademisi.

“Saya dapat konfirmasi juga dari peserta, sebagian rekomendasi ada yang sudah dilakukan, ada juga yang belum. Tapi, penelitian kami memberikan solusi hingga sekecilnya, yang kita dorong mereka bisa sinergi. Misalnya kalau ada problem, diselesaikan oleh dinas yang berhimpun, siapa menggarap apa. Cara ini bisa mengurangi bias yang selama ini terjadi dan mengurangi cost,” katanya. (*)

Reporter : Sahida

Editor : Rifat Munisa