
Negara Tujuan Ekspor Masih Terpusat Di Asia
-Rabu, 4 September 2019
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Kinerja ekspor Kalimantan Utara sepanjang tahun 2019 masih terpusat di Benua Asia. Berdasarkan data yang Koran Kaltara himpun dari laman resmi BPS Kaltara, diketahui delapan negara tujuan utama ekspor Kaltara berada di benua yang ditempati 60 persen penduduk bumi ini.
Secara detail, negara di Asia Timur seperti China, Korea, Jepang dan Hongkong menyerap 48,15 persen kinerja ekspor Kaltara. Atau senilai Rp3,958 triliun dari total akumulasi ekspor sebesar Rp8,22 triliun.
Selain itu, India menjadi satu-satunya negara tujuan utama ekspor Kaltara di Asia Selatan. Nilai ekspor ke negara dengan penduduk 1,3 miliar tersebut mencapai Rp1,86 triliun. Atau setara dengan 22,62 persen total ekspor Bumi Benuanta – Sebutan Kaltara.
Kemudian tiga negara tujuan utama ekspor Kaltara berada di Asia Tenggara. Terdiri dari Malaysia, Filiphina dan Kamboja dengan nilai ekspor Rp2,402 triliun, atau setara dengan 29,21 persen total ekspor Kaltara.
Terkait dengan komoditi ekspor, batu bara tetap menjadi primadona yang diandalkan Kaltara dalam menjaga keperkasaan kinerja ekspor daerah. Sepanjang Januari hingga Juli 2019, diketahui nilai ekspor emas hitam tersebut menyentuh Rp6,85 triliun, atau 83,33 persen dari akumulasi keseluruhan.
Terkait diversifikasi atau perluasan negara tujuan ekspor, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Kaltara (Unikaltar), Adi Aspiannur menyarankan terlebih dahulu harus didukung dengan adanya diversifikasi komoditi ekspor. “Sebelum memperluas pasar, tentu Kaltara harus siapkan dahulu produk apa yang mau dijual,” kata Adi saat dikonfirmasi Koran Kaltara, Senin (2/9/2019).
Dengan karakteristik lapangan usaha dan faktor demografi di Kaltara, Adi menilai bahwa pemerintah memang memiliki peran sentral dalam menstimulus upaya tersebut. Mengingat perlu ada pihak yang menjembatani antara calon pelaku eksportir dan calon konsumen di negara tujuan lain. Terlebih untuk komoditi dari hasil pertanian dan industri olahan masih kekurangan investor sebagai motor penggerak utama.
“Pemerintah memang perlu memfasilitasi dan membantu ketika ada potensi ekspor yang benar-benar sudah siap dijual. Karena calon eksportir ini butuh banyak pendampingan. Terutama dalam standar regulasi dan teknis perdagangan luar negerinya,” lanjut Adi.
Namun sebelum memfasilitasi jauh ke tahap penjajakan dengan negara lain, Adi menilai bahwa pemerintah terlebih dahulu harus menganalisa secara matang potensi sumber daya alam nontambang yang bisa diperdagangkan secara berkelanjutan.
“Analisa ini benar-benar memperhitungkan dari sektor hulu hingga hilirnya. Kaltara diklaim memiliki keunggulan pada sektor pertanian. Setidaknya itu bisa diarahkan untuk merambah pasar ekspor agar nilai jualnya lebih tinggi,” tambah Adi.(*)