
Parameter Pengawasan Barang Dan Jasa Jadi Perhatian
-Selasa, 10 September 2019
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran menjadi sektor ekonomi yang mengalami peningkatan drastis di Kalimantan Utara. Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara mencatat, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor ini pada semester I/2019 meningkat 9,4 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Mengenai jaminan hak konsumen tetap terpenuhi di tengah peningkatan aktivitas jual-beli di Kaltara, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Kaltara, Hartono menyampaikan, pihaknya memberi perhatian lebih terhadap tercapainya indikator parameter pengawasan barang dan jasa sesuai ketentuan berlaku.
Dijelaskan Hartono, tolok ukur yang dimaksud terdiri dari enam indikator. Yakni standar mutu sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), Pencantuman label, Klausula baku, Pelayanan purnajual, Teknik dan cara menjual, serta pengiklanan.
“Ada enam indikator dalam parameter pengawasan barang dan jasa yang beredar. Setiap pengawasan yang kami lakukan berpedoman kepada ketentuan tersebut,” kata Hartono saat diwawancara Koran Kaltara, Rabu (4/9/2019).
Mengenai realisasi di lapangan, Hartono tidak menampik bahwa implikasi program dipengaruhi intensitas sosialisasi dan pengawasan. Dengan begitu, ia meyakini bahwa konsumen di Kaltara bisa memahami hak-hak yang dimiliki. Selain itu, pelaku usaha juga memiliki kesadaran untuk tidak merugikan konsumen dari berbagai macam aspek.
“Kegiatan sosialisasi dan pengawasan kita terbantu oleh adanya tambahan anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Kementerian Perdagangan. Kami juga sudah membuat roadmap mengenai titik sasaran dari tahun ke tahun. Sehingga pengawasan dan sosialisasi tadi bisa merata,” tambah Hartono.
Terpisah, Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Bulungan, Anwar Joko Prasetyo menilai, upaya untuk melahirkan generasi konsumen cerdas di masyarakat tidak dipungkiri menjadi tugas berat pemerintah. Menurutnya, sikap antipati masyarakat dan minimnya pengetahuan menjadi faktor utama yang membuat fungsi sosialisasi kurang berjalan efektif.
“Seluruh masyarakat memang harus menjadi konsumen yang cerdas. Tapi kebanyakan masyarakat masih antipati terhadap informasi mengenai hak-haknya. Mindset tersebut yang harus diubah,” kata Anwar melalui sambungan telepon, Kamis (5/9/2019).
Berbicara lebih jauh mengenai kondisi perlindungan konsumen saat ini, Anwar menjabarkan, konsumen secara umum belum banyak memanfaatkan haknya. Hal tersebut secara detail di Bulungan digambarkan dengan perilaku pengaduan konsumen yang rendah dan institusi perlindungan konsumen belum banyak dimanfaatkan masyarakat.
“Kondisi ini bisa diibaratkan seperti fenomena gunung es. Atau kasusnya ini memang kelihatan tapi sangat sedikit. Tapi ternyata sangat besar yang tidak tersampaikan karena mereka juga enggan melapor,” jelasnya.
Secara teknis, Anwar memastikan pihaknya siap untuk memfasilitasi pengaduan dari masyarakat selaku konsumen yang merasa tidak mendapatkan haknya. Menurutnya kasus yang masuk masih bisa diambil jalan mediasi dan kekeluargaan sebagai solusi. Tapi ketika tidak ada titik temu, maka bisa dilanjutkan ke meja hijau.(*)