Share:

Pengawasan Pos Lintas Batas Tetap Jadi Prioritas Dua Negara

-Selasa, 17 Desember 2019

TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Kepala Biro Pengelola Perbatasan Negara (PPN) Kaltara, Samuel ST Padan menyampaikan, pemerintah Indonesia dan Malaysia, melalui instansi terkait, telah memiliki kesepakatan untuk konsisten melakukan pengawasan pada  tujuh titik exit entry point (Pos Lintas Batas ) tradisional yang tersebar di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Dengan begitu diharap dapat menekan berbagai macam kasus tindak kriminal dan masuknya terorisme ke Kaltara pada tahun 2020 nanti.

“Fungsi koordinasi pengawasan sudah terus dilakukan. Terutama untuk antisipasi masuknya masalah yang selama ini terjadi. Semisal terorisme di titik-titik perbatasan, human trafficking (perdagangan manusia), penyelundupan narkotika dan kegiatan kriminal lainnya,” kata Samuel, Kamis (12/12/2019).

Fungsi pengawasan, tidak dipungkiri masih berorientasi juga pada masalah klasik perdagangan komoditas pangan secara ilegal. Yakni tidak melewati prosedur ekspor impor ketika melampaui ketentuan standar Boarding Trade Agreement (perdagangan lintas batas).

“Barang yang masuk negative list memang masih jadi masalah. Baik karena tidak ada dalam daftar komoditas pangan dan nonpangan yang boleh diperdagangkan secara tradisional di perbatasan atau kuantitasnya melebihi standar,” urainya.

Berbicara teknis, dia menjelaskan, skema pengawasan di pos lintas batas tradisional memang dipengaruhi intensitas pemantauan di lapangan dan jumlah personel yang bertugas. Sehingga dalam setiap kesempatan, pemerintah daerah terus meminta dukungan dari sisi tersebut. Terlebih, beranda negara dijanjikan mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat.

“Sebenarnya pos lintas batas tradisional ini sudah dilengkapi pos Imigrasi. Fungsinya untuk mencatat aktivitas yang ada. Ada model paspornya juga, tapi berwarna merah. Tinggal intensitas dan tambahan personel yang dibutuhkan. Kita juga selalu sampaikan ke pihak Malaysia melalui Sosekmalindo untuk bersinergi menyelesaikan masalah yang berpotensi masih terjadi di 2020 nanti,” tutup Samuel. (*)