Share:

Pergub Harga Bahan Pokok Disiapkan Tahun Depan

-Senin, 18 November 2019

TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Kalimantan Utara, dijadwalkan mempersiapkan penyusunan regulasi pengaturan batas harga bahan pokok dan penting (bapokting) di tahun 2020. Kepala Disperindagkop Kaltara, Hartono menjelaskan, regulasi yang dimaksud nantinya tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub).

Selain menjaga stabilitas harga yang diterima masyarakat, regulasi tersebut bertujuan juga untuk menjaga gejolak inflasi dari kelompok bahan makanan. “Insya Allah tahun 2020 kami mulai mempersiapkan penyusunan kebijakan dalam bentuk Pergub untuk harga Bapokting, atau komoditi-komoditi yang juga tergolong rentan memicu inflasi,” kata Hartono, Kamis (14/11/2019).

Saat ini, pihaknya masih mencari referensi dan kajian sebagai bahan penyusunan regulasi. Disperindagkop Kaltra dikatakan melibatkan banyak stakeholder untuk menyempurnakan susunan kerangka regulasi.

“Saat ini sedang kami persiapkan dengan terus mencari referensi dan kajian. Koordinasi juga intens dengan OPD terkait, Bank Indonesia dan juga Badan Pusat Statistik. Jadi kami bisa mendapat masukan untuk penyempurnaan wacana Pergub tersebut,” ulas Hartono.

Dengan adanya regulasi pasti, dia menginginkan tidak ada lagi oknum pedagang yang bisa menaikkan harga di atas batas wajar. Terlebih saat peningkatkan permintaan masyarakat pada momen-momen tertentu. “Semua akan kita atur. Sehingga tidak ada oknum pelaku usaha yang semena-mena dalam memberikan harga ke konsumen,” tegasnya.

Adapun pada rapat terakhir di tanggal 12 November 2019, setidaknya telah disepakati harga jual daging ayam negeri di Bulungan sebesar Rp45 ribu/kilogram. Ke depan, diupayakan ada penentuan kesepakatan harga tertinggi pada komoditi-komoditi yang lain. “Jika melebih harga tersebut, Satgas (Satgas Pangan) bisa menjatuhi sanksi kepada pedagang,” ujar Hartono.

Sebelumnya, Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltara, Hendik Sudaryanto mengatakan, stabilitas harga bahan makanan memang menjadi salah satu sektor yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah di Kaltara.

Dari penghitungan inflasi, komoditi bahan makanan yang masuk dalam kelompok inflasi volatile foods, secara teknis diatur langsung oleh pemerintah daerah. Sehingga perlu ada kebijakan yang tepat dan program massif dalam menjaga fluktuasi harga secara berkelanjutan.

“Jadi untuk pengendalian inflasi memang dibagi kewenangan-kewenangannya. Kalau seperti harga BBM dan tarif listrik dalam kelompok administered price itu langsung diatur pemerintah pusat. Sedangkan seperti bahan makanan, fungsi pengendaliannya lebih besar di pemerintah daerah,” jelas Hendik.

Berkaca dari tren inflasi beberapa bulan terakhir, Hendik menilai bahwa kondisi di Kaltara, khususnya Kota Tarakan sebagai barometer, cenderung menggembirakan. Mengingat telah terjadi deflasi dalam beberapa bulan terakhir.

Namun Hendik menggarisbawahi, pemerintah daerah harus tetap terus bekerja keras. Mengingat level harga di Kaltara yang tergolong tinggi dibanding daerah lain. Kemudian khusus di akhir tahun 2019, upaya pengendalian harga juga perlu ditingkatkan. Hal ini tidak terlepas dari potensi kenaikan permintaan yang terjadi sesuai pola historisnya.

Dari catatan Koran Kaltara, Juli 2018, diketahui wacana penerbitan regulasi pengaturan harga bahan pokok sudah mulai dilakukan. Pada saat itu, rencana penyusunan regulasi memang untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) pada komoditas yang tidak diatur oleh Kemendag RI.

Inti dari penyusunan regullasi tersebut, memang sebagai payung hukum bagi Satgas Pangan dalam menindak pedagang yang menjual komoditas di atas ketentuan. Pada waktu itu, Kepala Bidang perdagangan Dalam Negeri Disperindagkop Kaltara, Hasriyani, tidak menampik jika apa yang akan diperjuangkan tergolong rumit.

Karena selain menyangkut rantai distribusi yang tergolong panjang, juga pada skema sanksi yang nanti akan dijatuhkan. Belum lagi kondisi wilayah di Kaltara yang notabene daerah konsumtif, dinilai memiliki kendala dari kelancaran pengiriman barang.

“Itu semua akan dibahas dan dicarikan jalan keluarnya. Target kami, tidak ada lagi pedagang yang bisa seenaknya menaikkan harga tanpa alasan yang jelas atau bahkan direkayasa sendiri. Tentu ini sangat merugikan masyarakat dan mengganggu pemenuhan permintaan,” ulas Hasriyani 2018 lalu.

Daging Beku Ilegal Masih Ditemukan

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindagkop Kaltara, Hasriyani mengungkapkan, pihaknya masih menemukan adanya peredaran daging beku ilegal di Kota Tarakan. “Dari pemantauan kami di Pasar Gusher kemarin (14/11/2019), ternyata masih ada yang menjual daging tawau (daging beku ilegal),” ujar Yani.

Fenomena ini tidak habis dipikir Yani masih terulang kembali. Mengingat pihaknya bersama stakeholder terkait belum lama melakukan pemusnahan massal. “Padahal beberapa bulan lalu sudah dilakukan pemusnahan hasil tangkapan daging ilegal puluhan ton,” ungkapnya.

Berdasarkan informasi dari distributor daging beku resmi, masih bisa masuknya daging beku ilegal terbukti menurunkan kuantitas penjualan. Padahal distributor resmi sendiri sudah menurunkan harga jual mereka. Tak ayal, hal tersebut tidak dipungkiri menjadi catatan merah untuk stake holder terkait agar  bisa bekerja lebih maksimal.

“Kita terus sama-sama mengimbau kepada masyarakat bahwa jangan konsumsi daging beku yang tidak berasal dari distributor resmi. Karena dari sisi kesehatan sangat diragukan. Pengawasan sendiri memang perlu lebih ekstra kami lakukan bersama otoritas terkait lainnya,” papar Yani.

Adapun hasil lain dari monitoring dan pengawasan harga di Pasar Gusher dan Tenguyun – Tarakan, didapati harga jual dan persediaan masih dalam kategori aman. “Untuk harga jual ayam berkisar Rp35 sampai Rp40 ribu. Masih dibawah kesepakatan harga maksimal Rp45 ribu ketika menjelang hari raya,” tutup Yani.(*)