
Regulasi Nilai Transaksi Perbatasan Butuh Fasilitas Penunjang
-Kamis, 12 Desember 2019
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2019, tentang Perdagangan Perbatasan masih membutuhkan faktor penunjang. Sehingga polemik yang beberapa kali terjadi di Kabupaten Nunukan tidak terulang kembali. Demikian disampaikan Sekretaris Tim Teknis Sosekmalindo Kalimantan Utara, Jufri, Selasa (10/12/2019).
Jufri berpendapat, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan mendorong pelabuhan di Nunukan menyandang status Pelabuhan Impor Barang Tertentu. Dengan begitu, persoalan nilai transaksi yang melampau nilai perdagangan lintas batas bisa terselesaikan melalui skema perdagangan luar negeri.
“Kami sudah melakukan inisiasi di bulan Juli 2019 kemarin. Jalan keluar ini memang tidak bisa direalisasikan dalam jangka waktu dekat. Karena untuk mendapatkan status pelabuhan impor barang tertentu ini harus dari Kementerian Perdagangan,” kata Jufri.
Secara teknis, pihaknya berupaya mendorong realisasi ini segera didengar oleh pemerintah pusat. “Saat ini baru ada tujuh pelabuhan di Indonesia, salah satunya di Tarakan. Kita akan mengusulkan kembali supaya ada pelabuhan tambahan itu di Nunukan,” lanjut Jufri.
Kendati demikian, Jufri menggarisbawahi, peredaran barang Malaysia akan tetap diatur jangkauannya. Hal ini agar upaya meningkatkan peran kedaulatan di beranda negara tidak bersifat kontradiktif. “Peredaraannya akan tetap diatur. Barang yang masuk juga hanya boleh komoditi konsumsi masyarakat saja,” katanya.
Sebagaimana diketahui, implementasi PP 34 Tahun 2019 mengharuskan barang Malaysia yang masuk di Nunukan, benar-benar tidak boleh di atas RM600 sesuai kesepakatan Boarding Trade Agreement (BTA). Ketika ditemukan hal tersebut di lapangan, barang yang masuk harus dipulangkan kembali.
Kondisi ini berbeda saat regulasi di lapangan masih diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu). Dimana barang di atas nominal BTA dapat tetap masuk dengan dikenakan pajak bea dan cukai.(*)